Sabtu, 02 Mei 2009

Akrobat Pemberantasan Korupsi

Setahun sudah Antasari Azhar memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi KPK). Sebuah lembaga yang sangat ditakuti para koruptor. Gebrakan demi gebrakan pun dilakukan lembaga ini. Hasilnya, lebih dari 30 kasus telah dimeja hijaukan.

Bagi sebagian kalangan di masyarakat, drama KPK yang dilakoni Antasari Azhar disambut euforia. Bahkan ada yang terkesima dan meneteskan air mata kekaguman: Terhipnotis berita-berita menegangkan seputar perburuan korupsi yang secara seragam disajikan dipelbagai media massa.

Mantan Direktur Penuntutan pada JamPindum Kejagung ini, dipuja bak dewa pemberantasan korupsi. Ditengah pujian media massa, dengan bangga KPK mengumumkan bahwa mereka telah berhasil menyelamatkan uang negara senilai Rp 408.052.248.516. Suatu kebanggaan yang patut dievaluasi dari sisi perbandingan anggaran operasional KPK yang menguras lebih dari Rp 300 miliar per tahun. Bila dilihat secara lebih rinci dan mendalam, sesungguhnya prestasi KPK belum memuaskan. Sebagian besar kasus yang ditangani oleh KPK adalah kasus penyuapan dan mark up dalam pengadaan barang dan jasa, tanpa menyentuh halaman koruptor kelas kakap. Maka tidak heran, bila pengembalian asset recovery yang berhasil dikumpulkan oleh KPK pun terhitung sangat kecil. Lantaran akrobat KPK yang bertujuan menghindar untuk membongkar kasus kasus besar tersebut, membuat sejumlah elemen masyarakat berang. Tiga pekan lalu, puluhan aktivis yang tergabung dalam organisasi Barisan Rakyat Sikat Koruptor BLBI (BRSK BLBI) menggelar aksi ke gedung KPK. Mereka mendesak agar Antasari dan koleganya di KPK segera memberikan kepastian batas waktu untuk menyidik para pihak yang terlibat dalam kasus BLBI. “Kita beri batas waktu hingga bulan Februari. Jika KPK tidak segera menangani kasus BLBI maka kami akan menggalang solidaritas yang lebih besar untuk menduduki KPK,” tegas Benediktus Adu, koordinator aksi BRSK BLBI.. Benediktus Adu, mengatakan, semua pihak harus berhati-hati dengan cara pena-nganan korupsi yang sedang dimainkan oleh Antasari Azhar. Menurutnya, Mantan jaksa tersebut pada masa lalu disinyalir ikut terlibat dalam penanganan kasus BLBI di Kejagung. “Kasus BLBI yang sempat berhenti di Kejaksaan tidak lain memiliki hubungan dengan peran Antasari Azhar selaku orang dalam Kejagung. Kejadian itu tidak menutup kemungkinan bisa saja terulang kembali di KPK,” ujarnya..

Kekhawatiran yang sama juga disampaikan Ketua Masyarakat Hukum Indonesia (MHI),Mohammad Tohir SH. Menurutnya, Antasari Azhar dan koleganya di KPK tidak menunjukan sikap serius dalam menyikapi kasus BLBI. “Antasari Azhar adalah pembohong besar jika masih menghindar untuk menangani kasus BLBI,” ujar Tohir.
Mantan tokoh aktivis 1998 ini bahkan lebih jauh berpendapat agar posisi Antasari Azhar selaku Ketua KPK perlu
dievaluasi. “Kalau sampai sebulan ke depan tidak ada kepastian dari KPK untuk menyeret pelaku kejahatan BLBI, maka jabatannya harus dicopot sebagai Ketua KPK,” tegas Tohir.
Ia menjelaskan bahwa kasus BLBI merupakan salah satu kasus terbesar yang telah menyebabkan kebangkrutan fundamental ekonomi di negara ini. Dalam sebuah dokumen laporan Bank Dunia (WB), skandal BLBI ditaksir mencapai lebih dari seribu triliun rupiah. Di mana sebagia besar pelakunya adalah pengusaha Tionghoa yang saat ini dibiarkan bebas tanpa tersentuh hukum. “Jangan-jangan Antasari sengaja dipasang di KPK oleh koruptor BLBI, untuk memastikan agar kasus BLBI yang melibatkan mereka tidak diotak atik oleh KPK,” ungkap Tohir.
Ketua Iluni UI Kontra Korupsi, Mursyd SE kepada Expand mengatakan, KPK yang dibentuk pemerintah dan DPR perlu ditinjau kembali. Menurutnya, sejak awal pembentukan lembaga ini adalah bersifat transisional. Di mana peran dan misi utamanya adalah membongkar kasus kasus mega korupsi yang terhalang oleh problem kompleksitas birokrasi yang ada di internal Kejaksaan dan Kepolisian.
Ia menjelaskan, mestinya pendekatan pemberatansan korupsi yang dilakukan oleh KPK berpijak pada prioritas dan neraca kasus. “Kalau hanya kasus kasus kecil yang menjadi prioritas KPK, maka lembaga ini jelas gagal dan patut dicurigai sebagai bagian dari mitra terselubung koruptor kelas kakap,” ujar Mursyd.
Menurut pengamatan Mursyd, indikator penanganan kasus korupsi yang dilakukan KPK sejak tahun 2003 – 2008 belum menunjukan adanya lompatan yang berarti. Di mana dari sisi keberhasilan KPK mengembalikan uang negara belum menembus satu triliun rupiah. “Jumlah pengembalian uang negara yang dikorupsi lebih dari seribu triliun. Itu masih terhitung dari kasus BLBI belum lagi kasus kasus besar yang terjadi di BUMN, Tambang, Migas, Pajak dan utang luar negeri. Jumlah kehilangan uang negara bisa menembus 3000 – 4000 triliun. Namun mengapa KPK seolah sibuk dengan kasus kasus kecil yang cenderung terkait dengan muatan kepentingan politis,” ungkap Mursyd.
Lanjut Mursyd, pemerintah dan DPR perlu melakukan ekstra dukungan sistemik kepada KPK melalui penguatan
anggaran operasional dan pengawasan kinerja. DPR dan pemerintah tidak bisa serta-merta membiarkan KPK bergerak tanpa adanya prioritas dan neraca penanganan kasus. “Jika hal ini tidak segara dievaluasi secara serius, maka KPK dapat berpotensi menjadi sebuah lembaga yang liar dan kontraproduktif,” katanya.
Secara khusus ia menegaskan, KPK perlu segara bertindak memeriksa Ditjend Pajak. Lembaga yang dipimpin
Darmin Nasution ini ditengarai menjadi sarang penggelapan uang negara secara kasat mata. “Biar tidak dibilang pembohong besar, saran saya agar KPK segera melakukan pengungkapan kejahatan manipulasi pajak yang sampai saat ini tidak tersentuh hukum. Coba saja, apakah KPK berani?,” ujar Mursyd.
Sumber : www.expandnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar